SongFic
Warning!
One Shoot
...
Kuroshitsuji milik Yana Toboso
...
Enjoy~!
...
Mencintaimu walau
dada ini sakit
walau kau memandang
sesuatu yang lain
Di tengah-tengah hujan yang lebat, terlihat sebuah kereta kuda melaju dengan cepat. Terdengar suara dua orang wanita yang sedang mengobrol banyak.
" Paula.. entah mengapa.. aku merasa kesepian.. " kata yang berambut pirang. Elizabeth Meddleford. Itulah namanya. Tunangan seorang bangsawan Phantomhive. Merasa tubuhnya sedikit dingin, ia merapatkan pakaiannya yang bisa di bilang lumayan tipis.
" Apa maksud nona? " tanya wanita yang satunya lagi. Dengan rambut cokelat yang terurai rapi bertanya pada nonanya. Paula adalah seorang maid Middleford yang sangat dekat dengan Elizabeth. Hingga tak jarang pula Elizabeth sering bersama dengannya atau menganggap dia seperti Kakaknya.
" Aku.. merasa Ciel.. tidak memperhatikanku lagi.. " jawab Elizabeth dengan suara yang lirih. Tatapannya menyedihkan. Dia merasa dadanya begitu sakit. " Nona- " sebelum Paula menyelesaikan perkataannya, mereka sudah sampai ke sebuah mansion. Mansion Phantomhive. " Rahasiakanlah yang tadi.. " kata Elizabeth sembari menuruni kereta kuda. Paula hanya mengangguk dan mengikuti majikannya.
" Cielllll~~~ " panggil Elizabeth yang dengan kerasnya mendorong pintu Mansion Phantomhive memberi tanda bahwa ia sedang berkunjung. Senyumnya terukir jelas di wajah imut Elizabeth. Lalu, munculah bocah laki-laki dengan butler setianya menuruni tangga. " Lizzy.. " itulah yang di sebutkan bocah laki-laki itu. Lizzy adalah panggilan kesayangan Elizabeth.
Ia lalu berlari ke arah bocah itu dan memeluk dia dengan erat. Seperti tak ingin kehilangan dia " Ciell~ " sapanya sekali lagi. " Li.. lizzy.. le-le.. pas.. kan " pintanya. Lizzy lalu melepaskan pelukannya dan tersenyum manis. " Apa yang kau lakukan di sini? " dengan nada dingin, bocah itu bertanya dengan Lizzy. Matanya seperti mengisiyaratkan bahwa dia sedang tak ingin di ganggu. " Pulanglah "
Lizzy yang mendengar itu dadanya terasa sakit. Tanpa memperlihatkan perasaannya itu, Lizzy tetap tersenyum dan menjawab " Aku ingin melihat Ciel.. " Ciel yang mendengar itu berjalan menaiki tangga. " Nona Elizabeth, sebaiknya anda menetap di sini dulu, hujan masih belum berhenti " butlernya, Sebastian, memberi handuk kepada Lizzy. Lizzy menerimanya. " Sebastian! " panggil tuannya. " permisi nona.. " pamit dia dan pergi ke tempat di mana majikannya itu berada.
Seperti orang-orangan sawah,
seperti boneka yang sedih
aku akan terus menunggu
" Ciel.. jalan-jalan yuk.. "
" Tidak mau " tolak bocah itu dengan segera. Matanya masih tertuju pada lembaran-lemabaran yang harus ia selesaikan hari ini. Pekerjaannya benar-benar menumpuk. Lizzy merasa kesepian dan bosan. Saat dia berbicara, jawab dari tunangannya hanyalah 'hmm..' 'iya' 'tidak' dan 'terserahlah' hanya itu saja.
" Tapi- " belum dia meneruskannya, Ciel sudah memotong " APA SIH MAU MU?! AKU DI SINI SEDANG BERKONSENTARSI!! " bentak Ciel. Sebastian yang mendengar itu langsung ke tempat ruang kerja majikannya. " Ada- " Sebastian berhenti berbicara saat memasuki ruangan. Dia melihat Lizzy dengan muka yang menunduk dan majikannya yang masih membentak Lizzy. " Young Master " Sebastian membuka mulutnya. Menghentikan bentakan Majikannya. Majikannya sudah kembali tenang.
" Sebaiknya kau pulang " kata Ciel kembali duduk di kursinya. Lizzy hanya terus menunduk. " Nona, maafkanlah Tuan Muda yang sudah lancang " pinta Sebastian sambil menunduk meminta maaf. Lizzy lalu mendongkak wajahnya ke atas. Dengan senyuman. " Tak apa, aku tunggu di sini saja " kata Lizzy tetap dengan senyumannya. Sebastian lalu meminta pamit untuk mengambil teh.
Sudah 3 jam mereka berdua sama sekali tidak saling sapa-menyapa. Hanya tenggelam dalam diam yang dalam. Lizzy masih menunggu di ruang kerja Ciel. Dia terus berdiri berhadapan dengan Ciel. Menunggu akan Ciel yang mengajak dia untuk berbicara.
Waktu terasa lama bagi Lizzy tapi terasa cepat bagi Ciel. Matahari sudah mengumpat dengan sinarnya. Sore terlihat sangat menenangkan. Itu bagi Ciel. Kalau bagi Lizzy, sore ini terlihat sangat menegangkan.
Seperti datangnya siang dan malam
Cinta pun menemukannku
Dalam mimpi di ujung hari yang sepi
pertemuakanku dengan kau
" Tuan Muda, sebaiknya anda mandi dahulu " kata Butlernya yang masuk ke ruan kerja Ciel. Ciel hanya mendengus dan berdiri. Saat melewati Lizzy, Ciel mendengar " jadi.. kau tak peduli denganku ". Ciel yang mendegar itu hanya terus berjalan. Berpura-pura tidak mendengar apapun.
Setelah Ciel keluar, Lizzy menatapi pintu yang tadi tempat keluar Ciel. Perasaannya sudah tak kuat. Apa yang sudah ia bendung selama tadi sudah ingin pecah. Tanpa sepengetahuan orang-orang, ia menangis. Mencoba agar tidak mengeluarkan suara.
" Ini tunanganmu, Lizzy.. " kata Ibu Lizzy sambil menunjuk pada seorang anak laki-laki yang sedang bermain. Rambutnya yang berwarna abu-abu dan matanya yang berwana Saphire-Blue yang sepadan dengan bajunya tersenyum tehadap Lizzy.
" Hi, namaku Elizabeth Middleford " kata Lizzy sambil membungkuk dan tersenyum semanis mungkin. " Namaku, Ciel Phantomhive " jawabnya sambil tersenyum semanis mungkin. Juga. Baru saja berkenalan, mereka sudah berdekatan. Mereka tertawa bersama.
Seiring dengan tangisannya, ia melihat masa lalunya. Hari dimana pertemuan ia dengan Ciel bersama. Hari dimana dia bertemu dengan orang yang sangat ia cintai. Tapi kini.. semuanya berubah.
Mencintaimu walau dada ini sakit
Walau kau memandang sesuatu yang lain
Seperti orang-orangan sawah,
Seperti boneka yang sedih
Aku akan terus menunggu
Lizzy lalu keluar dari ruangan itu. Saat dia melewati salah satu ruangan ia mendengar tawa lepas tunangannya. Ia mendengar suara yang berbeda saat bersama dengan dia. Ia mendengar suara itu tidaklah dingin yang biasanya selalu ia pakai.
Pada saat itu, Lizzy sadar bahwa, orang yang Ciel pedulikan hanyalah Butlernya. Semua yang telah ia lakukan selama ini hanyalah kepedulian belaka. Ia lalu membuka pintu sedikit. Membiarkan celah memperlihatkan apa yang sedang di lakukan tunangannya itu.
" Sebastian.. aku benar-benar capek akan tingkahnya Lizzy " keluh Ciel sambil meminum tehnya. Sebastian yang berada di sampingnya hanyalah tertawa kecil. Setelah itu, mereka mengobrol banyak. Hingga, ada kalimat yang membuat Lizzy ingin menangis. Lagi. " Aku tak pernah menganggapnya tunangan "
Menghilang di kejauhan
terbang di tiup angin
Sedih karena tak mampu menggenggam
cinta
Pada saat itu juga, Lizzy berlari keluar dari mansion. Udara pada saat itu sangatlah dingin. Hujan juga masih setia untuk jatuh. Dengan pakaiannya yang tipis ia menembus hujan. Berlari entah ke mana arahnya. Yang pasti, lari menjauh dari perasaannya.
Hingga, tanpa sadar, ia sudah berada di sebuah taman. Di situ ia mulai menangis. Tanpa suara. Tanpa orang-orang. Tanpa Paula. Tanpa keluarganya. Dan tanpa tunangannya. Hanya sendiri.
Ku lepas harapan bagai buih yang menghilang
Dekapanku yang sepi dalam kepedihan yang mematikan
Cinta itu racun yang manis,
Kesedihan bagai mawar berduri
Dalam hancur hatiku, menangis sendiri, sakit sendiri
Hujan mengguyur basah badan kecil milik Lizzy. Bajunya dan badanya sudah sangatlah basah. Matanya bengkak akibat menangis terus menerus tanpa henti. Sekarang, ia tak tahu harus ke mana. Yang dia pikirkan sekarang adalah Ciel. Apakah.. dia harus melepas harapannya itu?
" Cinta itu seperti racun yang manis " bisik Lizzy sambil mukanya mengadah ke atas. Menatap langit yang sedang berwarna gelap. Seperti baju Ciel yang tadi pagi ia pakai. Lalu, Lizzy berpikir. Apakah Ciel akan mencarinya? sepertinya tidak.
Aku haus akan cinta, hati ini sakit
Saat angin berhembus, kerinduan ikut berhembus
Saat hujan berderai, air mata pun ikut
jatuh berderai
Hujan tak mau berhenti. Seakan-akan Hujan mengerti akan perasaan Lizzy. Air mata pun juga tak mau berhenti dari mata indah milik Lizzy. Tak peduli betapa dinginnya malam itu. Lizzy terlihat sudah mulai lelah. Pada saat itu, di Mansion Phantomhive, Sebastian sadar bahwa sedari tadi ia tak melihat ataupun mendengar Lizzy.
" Young Master, apakah kau melihat Nona Elizabeth? " tanya Butlernya sembari menuangkan teh di cangkir tuannya. Ciel yang mendengar itu biasa saja. " Mungkin dia pulang ke rumah " jawabnya dengan tenang. " Kau benar " balas Butlernya.
" SEBASTIAN!!! NONA ELIZABETH TAK ADA DI SINI!! " teriak seorang maid Middleford. Dia membuka pintu ruang makan dengan kasarnya. " Tenanglah, bukankah dia pulang ke rumah? " kata Ciel sambil menghisap tehnya. " Tidak, jika Nona pulang, berarti dia harus memakai kereta kuda. Tapi, tak sedikitpun aku mendengar suara kereta kuda " jelas Paula dengan yakin.
" Sebastian, siapkan mantelku " kata Ciel berdiri dengan sigap " Yes, my lord " jawab Sebastian. Setelah Ciel siap, ia pergi keluar. Mencari tunangannya. Di sertai dengan Butler setianya, Sebastian.
Mencintaimu walau dada ini sakit
Walau kau memandang sesuatu yang lain
Seperti orang-orangan sawah,
Seperti boneka yang sedih
Aku akan terus menunggu
Ciel mencarinya dengan gigih. Ia cari dari sudut-sudut jalanan. Tempat-tempat yang biasa Lizzy ada. Dan menanyai orang-orang apakah ada yang melihat tunangannya itu. Hujan masih saja turun. Tepat saat Ciel sudah mulai menyerah, ia melihat seorang gadis yang sangat familiar.
Ciel langsung berlari ke arahnya. " LIZZY!!! " teriak Ciel. Lizzy yang mendengar suara itu, kaget. Akhirnya Ciel sampai tepat di depan Lizzy. Bajunya ikut basah. Ciel lalu mengangkat wajah milik Lizzy. Wajahnya bengkak, air matanya masih mengalir deras seperti hujan yang tengah terjadi. " C- Ciel.. "
" Stt.. " kata Ciel. Sebastian lalu memberikan sebuah mantel kepada Ciel. Tetapi, Ciel langsung melepaskannya dan memakaikannya kepada Lizzy. " Ayo pulang "
Aku kesepian walau melihatmu
Aku ketakutan walau kau di sampingku
seperti matahari di siang hari,
dan seperti bintang di malam hari
akan datang dan pergi
" Ini cokelat panas untuk kalian berdua "
Sembari meminum cokelat panas, Lizzy dan Ciel duduk di depan perapian. Dan duduk bersampingan. Lizzy menatap perapian dengan lirih. Ciel juga sama. Di dalam perasaan Lizzy, ia masih merasa kesepian juga ketakutan. Kesepian karena orang yang di cintainya tak memperdulikannya. Ketakutan akan orang yang di cintainnya di ambil.
Kau ada di samping orang lain,
malam ini begitu sepi
Bukan saatnya mencinta,
Malam ini kita begitu jauh
Entah mengapa, Lizzy merasa kalau jarak yang ia punya sangatlah jauh. Walau orang yang ia cintai berada di sampingnya. Walau pun mereka berbagi selimut, tetapi, Lizzy tetap merasa jauh. Ia merasa, Ciel sangatlah berubah. Dahulu, dialah orang yang paling dekat dengan dia, sekarang, adalah Butlernya, Sebastian. Dahulu, dialah yang berada di sampingnya, sekarang, adalah Butlernya, Sebastian. Semuanya kini butlernya, Sebastian.
Bagiku siang malam 24 jam tidaklah cukup
Malam ini aku merindukanmu sedalam aku mencintaimu
Jalanku telah hilang, aku tersesat
Jadilah cahaya untukku, bimbinglah aku
" Sudahlah, aku ingin kembali bekerja " kata Ciel sambil berdiri. Lizzy hanya menatapinya. " Ciel " bisiknya. Pelan namun terdengar jelas. " Apa? " tanya Ciel. Lizzy yang sadar akan yang ia bilang menggeleng-geleng sekuat tenaga. Ciel yang mendengar itu meninggalkan perapian.
" Ciel, maukah kau mencariku jika aku tersesat? " tanya Lizzy. Ciel memutarkan badanya ke arah Lizzy " Aku akan mencarimu " jawabnya. Sepertinya, Ciel tak mengerti maksud Lizzy. Ciel lalu meninggalkannya. Lagi. " Tapi.. aku sudah tersesat "
Saat-saat tanpamu ini
aku sangat ketakutan
Saat-saat tanpamu ini
aku sangat kesepian
.
.
.
" Ciel.. tahukah kau? aku benar-benar kesepian dan ketakutan "
A/N : Fiuhhh... akhirnya~ capek aku nulis. Hah.. Songfic abal emang. Mind to comment ?
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusDear author,
BalasHapusfanfic ini telah diplagiat di ffn. Detail : https://m.fanfiction.net/u/4749045/Raven-DarkBlue.
Jika mau masalah ini selesai, please reply atau message sy di google plus. Thank u.